MUKENA
Seperti hari-hari biasa, saya mengukur jalan dengan naik moda transportasi massal atau istilah kerennya pengguna KRL Commuter Line Jabodetabek. Ada tiga istilah Pengguna KRL Commuter Line. Yakni Roker (Rombongan Kereta), Anker (Anak Kereta), dan BP7 (Berangkat Pagi-Pagi Pulang Petang Penghasilan Pas-pasan) ngeeri kalee ya, mirip-mirip seperti Lembaga Pemerintahan. Aha!!
Kemarin sore, saya singgah di mushala stasiun Cikini untuk shalat Ashar lanjut shalat Maghrib, niatnya sih sambil menunggu janjian bertemu dengan sahabat yang timbul tenggelam. Kadang ketemu sebentar kadang ketemu lamaaa bingit. Maklumlah, sahabat saya satu ini memang super sibuk. Jabatannya tidak kaleng-kaleng sebagai Direktur Utama (Dirut) di salah satu perusahaan komunikasi ternama di Jakarta.
Dian Agustina, begitu nama sahabat saya ini. Dia, juga sedang melanjutkan kuliah S3 Jurusan Ilmu Politik. Orangnya sangat humble (rendah
hati), penampilannya sederhana bukan pencitraan, dan selalu berbagi kepada
siapa pun kalau punya barang. Dia, perempuan tangguh luar biasa. Memiliki hati
mulia, tanpa gembar-gembor sering memberikan sedekah kepada anak yatim piatu, orang-orang
susah, dan menyekolahkan anak-anak tidak mampu sampai jenjang perguruan tinggi.
Segudang prestasinya jangan ditanya, pokoknya berjibun lah!!.
“Mba, ketemuan yuk sore ini,” tulisan
itu terkirim dari whatsapp (WA) yang masuk ke handphone jadul saya. Di layar hape
terlihat dari nama Ibu Dirut. Saya pun dengan sigap menjawab, “Ok!!”. Dia pun merespons
dengan cepat,” Jam 6 sore ya di TKP (Tempat Kejadian Perkara).” TKP, istilah tempat dimana kita biasa kongkow-kongkow
mengupas isu paling panas, dan menghebohkan. Mencoba menganalisa apa yang akan
terjadi ke depannya.Tak mau kalah, kayak para
pengamat politik yang sering nongol di televisi itu.
Sambil menunggu pertemuan dengan Ibu Dirut, saya singgah ke mushala wanita stasiun Cikini yang cukup nyaman. Maklum, di dalam ruangan dipasang AC. Udara jadi terasa dingin sementara di luar sana panas menyengat. Perangkat shalat pun tersedia dengan rapih ada beberapa pasang mukena, dan Al-Qur’an di dalam rak lemari. Di karpet tersedia juga kursi untuk shalat bagi para manula atau orang yang sedang sakit.
Saya bergegas mengambil wudhu dan
balik ke dalam ruangan mushala wanita. Nampak beberapa mukena sudah terlipat, dan tersusun
rapih di atas karpet. Saya pun langsung mengambil salah satu mukena itu yang
tepat berada di depan saya. Sepanjang
shalat, mukena yang saya kenakan beraroma wangi sulit dirinci seperti apa harumnya. Selama menjalankan ibadah shalat, saya merasa tenang dan khusyuk. Aroma
wangi yang tercium dari balik mukena berwarna peach bermotif bunga-bunga itu membuat
saya tenggelam dalam zikir dan doa-doa. Usai shalat, saya melipat mukena itu.
Rasanya, ingin mengucapkan terima kasih kepada sang empunya mukena yang entah
berada dimana.
Pelajaran yang saya ambil dari
mukena itu adalah bersedekah tidak harus mahal cukup dengan hal yang sederhana, dan bermanfaat tentunya. Saya meyakini, Allah SWT melimpahkan kemuliaan kepada
pemilik mukena itu yang sudah memberikan kenyamanan kepada orang yang ingin
beribadah menghadap Sang Pencipta Alam Semesta ini. Bersedekah apapun itu, jauh
lebih baik dari pada tidak sama sekali. Ayo, jangan pernah ragu kita bersedekah
mukena, mumpung masih diberi waktu!!.
Comments
Post a Comment